Thursday, October 11, 2012

Masuknya PBB dan Korelasinya Dengan Disintegrasi Sebuah Bangsa


Tulisan ini hanya sekedar sharing informasi dalam kacamata saya sebagai pribadi. Meskipun saya telah lama bekerja di PBB baik di daerah-daerah konflik, maupun saat ini di Kantor Pusat New York, namun dalam kacamata kebangsaan, saya perlu memberikan pemahaman kepada para pembaca sekalian, bahwa dampak dari sebuah misi PBB kerap kali berimplikasi pada sesuatu hal yang tidak kita inginkan bersama. 




Mengapa ini saya kemukakan? Hal ini bertitik tolak dari kesadaran saya pribadi, bahwa kita semua seluruh lapisan masyarakat dalam konteks apapun perlu memahami bahwa ketika kita tidak sadar dan tidak mampu mengelola sebuah konflik baik konflik horisontal maupun konflik vertikal, maka dunia internasional akan menyoroti dengan seksama dan secara perlahan dan pasti, mereka akan melakukan berbagai langkah yang pada akhirnya berdampak pada sesuatu yang tidak kita inginkan bersama. 

Ide tulisan ini bermula dari sebuah permasalahan yang muncul pada sebuah misi di Sudan, dan kemudian mengingatkan saya kepada beberapa tahun lalu ketika saya bertugas dimisi perdamaian PBB di Jugoslavia-Kroasia serta proses yang sama terjadi di Timor-Timur. 

Sudan adalah sebuah negara yang telah mengalami perang berkepanjangan dalam internal mereka baik yang terjadi antara pemerintah Sudan yang beribukota di Khartoum dengan pemberontak pada wilayah Sudan Selatan, maupun konflik di sebuah wilayah di Darfur. Karena proses panjang perang saudara tersebut menimbulkan korban yang luar biasa banyak terhadap manusia dan peradaban dimana ratusan ribu orang mati dan jutaan lainnya terjerembab dalam kondisi sosial yang mengenaskan, maka pada akhirnya muncullah berbagai reaksi internasional terhadap konflik perang saudara tersebut. Awalnya mereka menyoroti pada proses kemanusiaan yang terjadi disana, sehingga masuklah berbagai lembaga non pemerintah (NGO/ Non Government Organization) untuk melakukan berbagai aksi sosial dalam kerangka perlindungan terhadap umat manusia maupun penegakkan Hak asasi manusia lainnya. 

Namun perlahan tapi pasti, dunia internasional melihat bahwa apa yang terjadi di Sudan memerlukan keterlibatan PBB lebih dalam. Proses keterlibatan PBB awalnya selalu bermula dari berbagai laporan-laporan dilapangan yang kemudian diteruskan pada meja-meja perundingan dimanapun dan pada akhirnya bermuara pada meja di berbagai departemen di Markas Besar PBB termasuk perundingan tertinggi di Rapat Dewan Keamanan PBB. 

Dalam berbagai proses diplomatik tersebut, pada akhirnya memunculkan “MANDAT” PBB yang tentunya dengan seperseutujuan seluruh anggota PBB untuk memerintahkan PBB melakukan berbagai langkah-langkah baik Diplomatik maupuk Operasional termasuk membentuk misi di negara Sudan tersebut. Hal ini juga berlaku kepada berbagai misi di negara-negara lain yang didera berbagai konflik berkepanjangan seperti Perang saudara di Jugoslavia, Iraq, Afghanista, Haiti, Liberia, Pantai Gading, Kosovo, Somalia, Cyprus, Kongo, Lebanon dan termasuk Timor-Timur dan yang terakhir adalah Libya serta masih banyak dinegara-negara lain. 

Mandat PBB sebagaimana saya uraikan diatas, memuat berbagai aksi-aksi yang harus dilakukan oleh PBB secara segera, maupun jangka waktu tertentu yang intinya untuk melakukan berbagai kegiatan di negara yang terlibat konflik tadi. Problemnya, ketika PBB mulai melaksanakan mandat, maka mereka akan menggerakkan berbagai sumberdaya mereka baik manusia maupun yang lainnya untuk segera turun dilapangan. Maka tidaklah mengherankan bila kemudian dengan adanya mandat tersebut PBB merekrut banyak Militer, Polisi maupun pihak sipil dari seluruh dunia untuk diterjunkan melaksanakan tugas sesuai mandat yang diberikan. 

Permasalahan mulai mencuat ketika mereka turun kelapangan, maka mereka akan melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi dilapangan, bukan hanya kegiatan yang mereka laksanakan, namun juga menyangkut berbagai hal yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Dalam hal memberikan laporan ini, mereka akan selalu bertindak obyektif dan detail menyampaikan apa yang terjadi berkaitan dengan berbagai perkembangan kondisi keamanan dilapangan. 

Hal inilah yang kemudian membuat rumit bagi sebuah pemeritahan dimana di negaranya ada misi PBB. PBB acapkali dijadikan sebagai tempat mengadu bagi para pihak, terutama pihak yang merasa telah menjadi korban dari sebuah negara. Akibatnya pilihan tindakan PBB adalah memperpanjang misi dalam rangka mencegah terjadi dan berkembangnya konflik lanjutan. PBB bisa saja kemudian menjadi mediator bagi perdamaian, namun berdasarkan pengalaman, semua negara yang terjadi konflik disana, dimana PBB turun tangan pada akhirnya menjadikan daerah tersebut terlepas dari sebuah kesatuan negara lama sebelumnya. 

Lihatlah Sudan, dimana PBB mendirikan misi di Sudan dengan nama UNMIS (United Nations Missions in Sudan). Misi UNMIS ini telah berlangsung selama beberapa tahun dan dampak yang terjadi saat ini Sudan Selatan lepas dari Sudan dan membentuk sebuah negara baru dengan nama South Sudan (Sudan Selatan). Saat ini di Sudan ada 2 misi UNMISS (United Nations Mission in South Sudan untuk di wilayah Sudan Selatan dan UNAMID (United Nations African Unions Hybrid Mission in Darfur) untuk di wilayah Darfur. Untuk wilayah Darfur saat ini memang masih bagian dari Sudan, namun berdasarkan pengalaman permasalahan di Sudan Selatan yang telah lepas, maka Pemerintah Sudan berfikir keras untuk medeligitimasi misi UNAMID agar tidak dapat berjalan efektif sehingga Darfur tidak terlepas dari Sudan. 

Lihatlah juga misi di ex-Jugoslavia pada tahun 90an, dimana saat itu terjadi perang saudara yang begitu besari di sana, antara berbagai etnik Bosnia, Croatia, Serbia dan lain-lain. Ex-Jugoslavia awalnya adalah sebuah negara serikat gabungan antara berbagai negara-negara seperti Croatia, Serbia, Bosnia, Montenegro, Slavonia, Kosovo. Ada satu masa dimana mereka kemudian memutuskan berpisah, namun perjanjian perceraian mereka tidak terimplementasi dengan mulus, sehingga pecahlah perang saudara yang sangat dahsyat. Perpecahan tersebut didasari oleh sentimen etnik dan agama yang sangat kental. 

Kedahsayatan perang tersebut bermula ketika sebagian etnik Serbia-Bosnia maupun Croatia-Bosnia yang berada dan tinggal di negara Bosnia tidak menerima atas perpisahan tersebut dan mereka berjuan untuk membangun negara-negara kecil baru didalam negara Bosnia yang sudah lemah karena sangat kecil wilayahnya dan bukan merupakan kekuatan utama dari negara Jugoslavia. Parahnya lagi, etnik-etnik tersebut kemudian didukung oleh induknya seperti etnik Serbia-Bosnia didukung oleh negara Serbia dan etnik Croatia-Bosnia didukung oleh Croatia. 

Disinilah PBB mulai menerjunkan misinya untuk menghentikan berbagai pertikaian dan peperangan tersebut. Namun faktanya negara Jugoslavia saat ini tinggal sejarah karena mereka sudah terpecah dalam negara-negara kecil. 

Contoh aktual yang cukup nyata bisa dijadikan pelajaran adalah Timor Timur, yang pada akhirnya terlepas dari NKRI melalui keterlibatan PBB didalamnya. 

Saya menuliskan kesemua ini bukannya untuk mendramatisir bahwa keterlibatan PBB adalah sesuatu yang negatif. Bukan itu. 

Makna terdalam dari semua ini adalah, bahwa negara kita saat ini sarat dengan permasalahan politik dan ancaman separatisme yang harus kita cermati lebih dalam. Berbagai isu lokal dapat saja dimanfaatkan secara internasional dan pada akhirnya keterlibatan asing maupun internasional tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, tiada upaya lain bahwa penegakkan HAM dan langkah-langkah tindakan yang mengedepankan standar internasional harus kita lakukan secara proporsional. Integrasi bangsa adalah harga diri dan harga mati. Namun demikian, hal ini bukanlah menjadi legitimasi kita untuk melakukan segala cara dan mengabaikan isu-isu krusial dalam penanganannya. 



Hanya sebuah renungan 
Salam dari New York

No comments:

Post a Comment