Tuesday, October 23, 2012

Polisi Sebagai Institusi Sipil



Fungsi Polisi sangat berbeda dengan fungsi militer, dimana Polisi selalu berada ditengah-tengah masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban bagi kehidupan masyarakat, sedangkan militer berfungsi membela dan mempertahankan Negara serta keutuhannya. Dalam hal ini militer terlihat lebih banyak berkaitan dengan Negara lain, ataupun kekuatan kelompok riil yang mengancam kelangsungan hidup suatu Negara.

Pada kenyataannya, meskipun Polisi lebih banyak berurusan dengan permasalahan keamanan dalam negeri yaitu menyangkut penegakkan hukum dan mengatasi berbagai permasalahan keamanan dan ketertiban yang muncul ditengah-tengah masyarakat, namun para anggota Polisi dituntut untuk memiliki disiplin dan garis komando yang jelas dalam kehidupan organisasinya (semi militeristik). Disisi lain, kehidupan internal organisasi yang semi militeristik itu harus berhadapan dengan gaya pemolisian sipil secara universal yang selalu mengacu kepada nilai-nilai dan harkat martabat kemanusiaan, manakala berhadapan dengan masyarakat (kondisi eksternal organsasi).

Sebagai implikasi dari kesemua hal diatas, maka Polisi dalam menjalankan semua tugasnya harus lebih mementingkan pelayanan, yang mengutamakan dialog persuasif, nilai keadilan serta hak asasi manusia. Bilapun harus melakukan tindakan represif, maka Polisi meskipun diperbolehkan untuk melakukannya, tetap harus menjadikan tindakan ini sebagai pilihan terkemudian, jauh setelah berbagai tindakan pendahuluan yang bersifat persuasif dan dialogis dilaksanakan.

Dalam rangka melaksanakan gaya persuasif dan dialogis inilah, maka kelembagaan Polisi perlu lebih terbuka dalam berinteraksi dengan masyarakat. Keterbukaan dalam berinteraksi ini menjadikan kepolisian sebagai lembaga yang inklusif dalam melakukan berbagai kerjasama dengan pihak-pihak terkait menyangkut pengelolaan keamanan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa semakin banyak polisi berbaur dengan masyarakat, maka akan semakin mudah baginya dalam dalam menjalankan tugas.

Karakter kepolisian yang dikemukakan diatas, merupakan bagian dari karakter kepolisian sipil yang sudah menjadi tuntutan dalam sebuah Negara demokratis. Polisi bersosok sipil merupakan prasyarat bagi pembudayaan community policing sebagaimana dikembangkan dalam buku ini. Polisi sipil tidak dapat dilepaskan dari perilaku sipil, komunikasi sipil, dialog sipil, ineteraksi sipil dam aspek lain yang lebih berorientasi pada aspek kemanusiaan ketimbang aspek represif. Oleh karena itu, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang sangat berorientasi sipil, maka Polisi membutuhkan adanya beberapa prasyarat seperti; adanya kedekatan dengan masyarakat, akuntabel terhadap masyarakat (baik dari sisi kegiatan maupun pengorganisasian), merubah pendekatan kekerasan kepada pendekatan melindungi, melayani, mengayomi, serta peka terhadap urusan-urusan masyarakat sipil (responsif, tulus dan tuntas dalam melakukan perlindungan, pelayanan, dan pengayoman), serta aktf dalam memberikan alternatif keadilan bagi masyarakat.

Kelima hal yang dikemukakan diatas membutuhkan kearifan dan ketrampilan sipil yang sangat kental, yang dapat dibentuk dari pendidikan yang memadai, kehidupan demokrasi dilingkungan internal yang dijiwai oleh disiplin, serta pengalaman sosial yang matang dilapangan. Faktanya tidak mudah bagi Kepolisian untuk serta merta merubah karakter dan menerapkan prinsip-prinsip polisi sipil meskipun sampai saat ini sudah lebih dari sepuluh tahun Kepolisian lepas dari lembaga militer. Empati merupakan salah satu landasan utama kemanusiaan sipil yang harus tumbuh diantara polisi, bukan loyalitas berlebih kepada komando atasan atau keberhasilan sepihak menurut versi kepolisian semata. Oleh karena itu, waktu yang sudah sekian tahun mengakarnya budaya militer dalam budaya kepolisian harus segera dipercepat untuk segera dirubah dalam karakter dan budaya polisi sipil melalui implementasi community policing.

No comments:

Post a Comment