Thursday, October 18, 2012

TERKUNGKUNG PRASANGKA


Berikut ini adalah kutipan utuh surat dari sahabat saya sejak masa kami masih sekolah di SMP Negeri 1 Malang dulu..

Yth Bedu,

Hari ini di tengah jam istirahat, tiba-tiba  saya ditelpon oleh orang tidak dikenal.  Seorang laki-laki yang mengatasnamakan dirinya seorang polisi dari Polda.  ‘Deg’.... itu reaksi awal ketika mendengar keterangan jatidirinya.  “Apa urusan saya yang berkaitan dengan polisi”,  pikir saya sambil menahan gemuruh jantung saya.  Walaupun akhir dari cerita ini sangat tidak menarik karena ternyata polisi itu hanya salah sambung.  Beliau bilang ingin menghubungi seorang temannya, yang ternyata bukan ‘saya’.   Hahaha.... mungkin jika ceritanya ingin disudahi sampai disini maka saya akan mencoba untuk menertawakan diri  sendiri karena reaksi ke “ge-er” an  ditelpon polisi.

Tetapi jika ingin dibicarakan agak lebih mendalam mungkin seharusnya  saya menanyakan “Mengapa saya bereaksi berlebihan terhadap telpon seseorang yang mengatas namakan polisi ?”.   Inilah yang disebut dengan “prasangka”.  Seharusnya saya malu karena saya tidak pernah merasa bersalah sudah menanamkan prasangka terhadap aparat kepolisian mungkin sejak kanak-kanak.  Prasangka yang dilandaskan pada pengetahuan dangkal bahwa polisi selalu berurusan dengan orang-orang jahat dan orang-orang yang melangggar peraturan.  Sampai-sampai anak-anak kecilpun jika melakukan kenakalan akan  ditakut takuti dengan “Nanti dibilangin pak polisi lho”.

Pada hakekatnya tidak semua prasangka adalah negatif.  Karena prasangka sendiri berfungsi sebagai heuristic (jalan pintas), yaitu untuk langsung menilai sesuatu tanpa memprosenya secara terinci dalam alam pikiran kita.  Gunanya adalah agar kita tidak terlalu lama membuang waktu dan energi untuk sesuatu yang telah kita ketahui dampaknya (Prof. Dr. Sarlito).  Prasangka positif dapat menolong kita untuk mengambil keputusan cepat, seperti  keputusan  utnuk menurut apa yang dikatakan orang tua atau dokter walaupun tanpa pengetahuan yang melandasi.  Tetapi prasangka negatif lebih banyak berdampak  buruk bagi kehidupan.  Apalagi jika sudah melebar menjadi kasak-kusuk yang berakhir pada tindakan arasional yang kadang membayakan dan merugikan orang lain.


Pada hari yang sama ,  di wilayah saya juga terjadi bentrok antara mahasiswa yang sedang berdemo dengan aparat kepolisisan.  Menurut info yang saya dengar di TV karena mahasiswa menolak kedatangan Wakapolri yang akan mengisi materi kuliah yang diadakan oleh kampus  mereka sendiri.  Duuuuh,  sedihnya melihat dua kubu yang sama-sama dicintai masayarakat berbentrokan semacam itu.  Mahasiswa yang dicintai karena meraka adalah harapan bagi kemegahan dan kemajuan bangsa ini kelak.  Dan aparat kepolisian yang  seharusnya juga dicintai karena merekalah yang menjamin keamanan negara ini.  Sehingga semua unsur masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan merasa  aman dan terlindungi.




Tapi apa yang terjadi.  Karena prasangka yang berkembang dikalangan mereka  (terutama mahasiswa) maka terjadi demo penolakan terhadap kehadiran petinggi POLRI di kampus mereka.  Saya tidak dapat pastikan prasangka apa yang berkembang  dan dikasak-kusukkan di kalangan mahasisiwa ini.  Yang jelas pasti bukan prasangka positif, tapi prasangka negatif.  Mungkin juga mereka dulu seperti saya, yang ditelpon polisi saja sudah ketakutan.

Mungkin status mahasiswa dapat mengeluarkan mereka dari perasaan takut menjadi keinginan untuk mengatasi rasa takut.  Dengan membuktikan bahwa meraka sudah besar dan tidak lagi takut kepada polisi.  Maka  timbullah curhatan antara kelompok-kelompok mahasiswa yang notabene adakah orang-orang yang “polisiphobia”.   Akhirnya adalah  kesepakatan untuk mengadakan demo penolakan.   Dari  kacamata saya sebagai seorang ibu, demo semacam ini, sebenarnya adalah demo sekelompok anak  yang sedang mencari jatidirinya untuk melawan ketakutan mereka sendiri.  Ingin membangun dirinya , merubah nasibnya dan merubah karakternya yang penakut menjadi  pemberani.

Jika anak-anak muda ini berdemo dengan cara yang sama seperti hari ini tapi didepan ibu mereka masing-masing, maka pasti sang ibu hanya tersenyum dan membuka tanganya untuk memeluk anak-anak itu.   Aaah, saya tidak ingin menyarankan apa-apa.  Karena pasti aparat kepolisian lebih tahu apa yang harus mereka lakukan.  Tapi andai boleh saya mewakili hati seluruh anak-anak di Indonesia maka saya hanya menyampaikan “pasti mereka sangat rindu melihat polisi tersenyum”.


Untunglah bentrokan mahasiswa-polisi itu tidak berlangsung terlalu anarkis, seperti berita-betira sebelumnya.  Tapi dari peristiwa ini kita dapat melihat bahwa sebuah prasangka akan sangat mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan prasangka yang sama.  Begitulah negara tercinta kita ini, akhir-akhir ini begitu banyak dipenuhi oleh prasangka negatif.  Terhadap apapun.  Terhadap Aparat, terhadap Lembaga Pendidikannya sendiri, terhadap Hakim, terhadap Presiden, terdahap DPR dan apapun. Termasuk kepada orang tuanya sendiri, terhadap istri/suami bahkan terhadap anak, ulama dan tetangga.  Uuuughhh.... hanya menonton beritanya saja sudah sangat menguras emosi .






Terkadang saya memilih untuk apatis terhadap berita-berita yang disajikan oleh berbagai media.  Saya tidak berani menilai, tidak berani berpikir, apalagi berkomentar.   Saya hanya ingin mengingatkan bahwa nabi pernah perpesan “Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk karena itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang berada dlm keburukan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482).

Sejak beribu-ribu tahun sebelum masehi, sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada yang mendapat keuntungan dan kebaikan dari prasangka negatif.  Jadi mari mulai menenangkan diri sejenak dan mengoreksi segala prasangka yang mungkin sudah terlanjur bersarang karena cerita-cerita masa lalu yang buruk.   Mari mulai membangun prasangka positif kepada semua pihak, agar semua sekto r  dapat melakukan tugasnya dengan tenang dan baik.  Dan marilah kita tetap selalu berdoa agar negara ini selalu dilindungi oleh Allah, diberkahi dan dilimpahi kemakmuran dan kesejahteraan..... aamiiin


Sahabat Kecilmu di Malang

No comments:

Post a Comment