Thursday, October 11, 2012

Think Smart Do Smart

Think Smart do Smart; memahami konsumen Polri

Ijinkan saya berbagi pemikiran tentang bagaimana memahami karakteristik perilaku warga masyarakat yang berinteraksi dengan polri.

Penting sekali bagi kita untuk memahami bahwa persepsi dan seteorotip tentang Polri lebih banyak ditularkan oleh mereka-mereka yang berinteraksi denga Polri dan selanjutnya dipercaya sebagai "label" atau cap personifikasi organisasi.

Untuk itu, sebagai manusia manusia yang bertugas memproduksi dan menghantarkan jasa pelayanan Polri, sudah selayaknya memahami perilaku para konsumen kita.

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan penggunaan jasa atau tidak.

Dalam kaitan dengan penggunaan jasa Polri; pelanggan acapkali tidak mempunyai pilihan karena Organisasi Polri saat ini berdasarkan ketentuan UU yang ada Diberikan wewenang untuk "memonopoli" beberapa sektor pelayanan tertentu.

Problemnya adalah; meskipun Polri tidak akan ditinggalkan para pelanggan, karena selalu dibutuhkan, dimana dalam artian dibutuhkan disini karena tidak ada pilihan "produsen jasa lain", maka pelanggan mempunyai pilihan tindakan lain, yaitu; mendongkol atau membenci Polri sebagai institusi sebgai akibat ketidak mampuan para "produser" memproduksi dan menghantarkan jasa2 kecil yang di butuhkan mereka..

Pemahaman akan perilaku konsumen  Polri dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi penciptaan  public trust, misalnya menentukan kapan organisasi kita (level yang kita pimpin) melakukan penetrasi pelayanan yang berdampak pada upaya merebut hati para pelanggan2 baru.

Saat ini Polisi tidak bisa merebut hati semua orang, namun terhadap para warga yang berinteraksi dengan Polisi, itu adalah potensi "pelanggan setia" dimana kesetiaan ini akan diinterpretasikan dengan hal-hal lain,  misalnya pada penularan informasi tentang betapa baiknya pelayanan yang telah kita lakukan..

Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan bagi para Kapolres, Kapolda, dan para kasatker launnya dalam membuat kebijakan publik.

Misalnya dengan mengetahui bahwa banyak warga masyarakat yang akan  menggunakan transportasi saat lebaran, Kapolres dapat merencanakan Strategi penciptaan kepercayan pada saat operasi ketupat di wilayahnya.

Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen Polisi tentang bagaimana sih perilaku pelayanan kepolisian yang mereka harapkan. Hal ini tidak bisa di generalisir pada seluruh tempat namun terspesifikasi menurut golongan wilayah maupun bentuk2 pelayanan.

Dengan memahami sikap masyarakat yang layani dalam menghadapi sesuatu, maka mereka dapat menyebarkan ide dan persepsi serta opini tentang Kepolisian dengan lebih cepat dan efektif.

Terdapat tiga pendekatan utama dalam memahami perilaku konsumen.

Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam tentang perilaku masyarakat ketika membutuhkan pelayanan kepolisian dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna dari produk jasa pelayanan Polri bagi para konsumen yang menggunakannya (internal dan eksternal) dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika menggunakannya.

Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi.

Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan masyarakat ketika memutuskan menggunakan jasa kepolisian. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.

Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika (makanya di PTIK kita diajarkan pelajaran statistik). Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi pengaruh strategi  pelayanan kita terhadap peningkatan kepercayaan masyarakat.

Ketiga pendekatan diatas sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen organisasi kita dan strategi peningkatan pelayanan dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah kesatuan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi organisasi yang kita awaki.


Sebelum dan sesudah melakukan interaksi dengan pelayanan kepolisian, seseorang akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni: 

Pengenalan masalah (problem recognition). Seseorang akan mencari polisi sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, mereka tidak akan datang ke kita, apalagi dengan pengalaman persepsi sebelumnya..

Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada, seseoran yang membutuhkan pelayanan kepolisian akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).

Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah "potential customer" kita mendapati berbagai macam informasi, dan mereka akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya. (termasuk keputusan datang ke polisi)

Berikutnya adalah Keputusan menggunakan jasa kepolisian.. Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif solusi atas permasalahannya yang ada, konsumen akan membuat keputusan menggunakan jasa kepolisian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan menggunakan jasa kepolisian dengan waktu kedatangan yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.

Evaluasi pasca penggunaan jasa (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan pelanggan tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan penggunaan jasa kita saja. Setelah berinteraksi dan menggunakan jasa kepolisian (dalam kapasitas apapun; pelapor, saksi, terlapor, calon korban, calon saksi, calon tersangka, termasuk pengguna jasa lainnya) mereka, konsumen akan melakukan evaluasi apakah pelayanan kepolisian tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan kepercayaan mereka akan produk pelayanan kepolisian di level tersebut  pada masa depan.

Namun demikian, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan kepada Organisasi Polri secara global pada masa depan

Jadi kesimpulannya;
Kalau kita berbuat baik, mungkin hanya kita yang dianggap baik.. Namun kalau kita tidak berbuat baik, maka Polri sebagai Organisasi yang mendapat getahnya..

Namun demikian, kumpulan perbuatan baik kita meskipun sedikit akan berdampak kepada kumpulan kepercayaan masyarakat..

Think smart do smart..

Dewasa ini, kementian PAN berupaya memperkuat akuntabilitas dan integritas seluruh birokrat (lah ini tentunya termasuk Polri) melalui konsep zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani. Wujudnya melalui pelaporan harta kekayaan untuk semua aparat birokrasi, penegakan kode etik, penanganan konflik kepentingan, pembentukan whistleblower system, post-employment policy, serta penelusuran transaksi rekening yang tidak wajar (boleh tanya ahlinya KBP Agung Setia, masalah ini dan ini bisa menimpa siapa saja diantara kita..). Transaksi tidak wajar bukan berarti bersalah namun, proses pembuktian terbalik ini akan memakan energi besar bagi siapapun yang dilaporkan dan bisa saja terjadi character assassination pada proses karier ybs.. Permasalahan menjadi pelik apabila ybs tidak mampu membuktikan dan menjadi hutang organisasi untuk menjawab laporan PPATK..

Untuk mendukung akuntabilitas dan integritas Polri sebagaimana saya sampaikan diatas, maka perubahan sistem penggajian yang adil, layak, dan berbasis kinerja juga merupakan kunci perubahan kultur dalam birokrasi. Strategi ini gabungan antara perubahan sistem dan perubahan budaya secara bersama-sama. Tidak ada jalan pintas dalam reformasi birokrasi Polri, tetapi berbagai strategi ini diharapkan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang kita cintai...

Sementara yang terakhir (sistem penggajian) belum bisa dipenuhi oleh negara..? Bagaimana kita mensiasatinya?

Hiduplah pada jamannya..

Direnungkan dan ditulis dengan menggunakan berbagai referensi, pengetahuan, pengalaman dll.. Kalau masih banyak kekurangan; mhn dimaafkan karena hidup bagi saya adalah rangkaian proses belajar yang tak pernah berhenti..:

Salam hormat dari tempat saya bertugas saat ini..



No comments:

Post a Comment