Wednesday, December 12, 2012

Trust Bisa diraih dengan Melakukan Banyak Kerjasama


Kurangnya rasa percaya (trust) masyarakat terhadap polisi di Indonesia adalah salah satu masalah yang masih dihadapi Polri ketika ingin bekerjasama dengan masyarakat. Tetapi, polisi juga seringkali tidak percaya kepada masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Masalah ini secara langsung akan memengaruhi kegiatan perpolisian masyarakat pada umumnya dan kerjasama polisi dan masyarakat di berbagai bidang pembinaqan kamtibmas. 

Banyak warga masyarkat yang terkooptasi dengan pameo: “Kalau kita lapor ke polisi kehilangan sapi, akhirnya kita akan kehilangan sapi dan kambing”? Kalimat itu menjadi semacam ”belief” (kepercayaan) bagi masyarakat bahwa polisi tidak akan melaksanakan tugasnya dengan kompeten. Bagi mereka, berurusan dengan polisi malahan akan semakin merugikan. Disisi lain, sebagai anggota Polri, saya pernah mendengar anggota Polri yang berujar: “Warga masyarakat di kota ini mudah sekali terpancing emosinya dan melakukan tindakan melanggar hukum”? Dengan kata lain, polisi tidak percaya bahwa masyarakat akan bekerja sama dalam hal penegakan hukum atau memelihara ketertiban. 

Lemahnya rasa percaya terhadap polisi sebagai institusi publik, dan sebaliknya, rendahnya rasa percaya polisi terhadap masyarakat, adalah masalah penting bagi kita yang harus diselesaikan dengan serius. Saya mencoga untuk membahas masalah tersebut secara mendasar dan ringkas.

Apa yang dimaksud dengan pernyataan, “Saya memercayai polisi”, “Saya tidak memercayai polisi”, “Polisi memercayai masyarakat”, dan “Polisi tidak memercayai warga masyarakat”? Selain itu, tulisan ini juga akan membahas apa hubungan antara rasa percaya dan kerjasama; dalam hal ini kerjasama polisi dengan masyarakat.


Makna Memercayai

Dalam penggunaan sehari-hari, trust atau rasa percaya terkait dengan hal-hal berikut: Berkata benar antara satu kata dan perbuatan, Memelihara/ memegang janji, Berlaku adil/ fair, Berlaku solider.

Ketika kita mengatakan, kita memercayai seseorang dan bahwa seseorang itu dapat dipercaya, berarti secara implisit kita mengatakan bahwa kemungkinan ia melakukan aksi yang menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan kita cukup tinggi, sehingga kita bersedia bekerjasama dengannya. Kalau masyarakat memercayai anggota Polri, berarti mereka mengatakan bahwa kemungkinan anggota Polri itu melakukan perbuatan yang yang menguntungkan, atau, setidaknya, tidak merugikan masyarakat, cukup tinggi. Karenanya, mereka bersedia bekerjasama dengan anggota Polri tersebut.

Sebaliknya, jika kita mengatakan seseorang itu tidak dapat dipercaya, berarti kemungkinan seseorang itu akan melakukan perbuatan yang menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan, rendah sekali sehingga kita tidak bersedia bekerjasama dengannya. Dengan demikian, kalau masyarakat mengatakan anggota Polri tidak dapat dipercaya, berarti mereka mengatakan bahwa kemungkinan besar anggota Polri tersebut akan melakukan tindakan yang akan merugikan mereka atau tidak menguntungkan mereka. Karenanya, mereka enggan bekerjasama dengan anggota Polri tersebut.

Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu. Khususnya, rasa percaya sangat relevan dalam kondisi ketika kita tidak tahu, atau merasa tidak pasti dengan, perbuatan dan perkataan dari orang lain dan hal itu terkait dengan keputusan yang akan kita ambil. Dengan demikian, hal ini berhubungan dengan keterbatasan kapasitas kita untuk mendapatkan pengetahuan sempurna mengenai orang lain, motif mereka, dan respons mereka.

Trust dengan demikian merupakan respons terhadap ketidaktahuan dan ketidakpastian yang kita miliki. Selain itu, rasa percaya atau trust juga terkait dengan kemungkinan, bahkan kebebasan orang lain untuk mengecewakan kita dan harapan-harapan kita. Supaya trust menjadi relevan, maka harus ada kemungkinan mengecewakan dan mengkhianati orang lain. Trust, dengan demikian, merupakan cara mengatasi kebebasan orang lain.

Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi. Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas.

Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang kita, polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat.

Hal di atas menunjukkan betapa relevannya rasa percaya dan trust dalam hubungan antara polisi dan masyarakat. Kemungkinan polisi untuk menyalahgunakan wewenang, ditambah dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian masyarakat terhadap polisi, menyebabkan rasa percaya atau trust tidak hanya menjadi relevan, tetapi sangat mudah terganggu.

Apabila polisi menyalahgunakan wewenang, korupsi, dan tindakan-tindakan lain yang mengkhianati kepercayaan masyarakat, maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan merosot. Mungkin, yang menghianati kepercayaan masyarakat itu hanya sebagian kecil dari anggota polisi. Akan tetapi, dampaknya bisa mengenai polisi pada umumnya.

Apakah kepercayaan yang agak kurang baik ini dapat diperbaiki? Bagaimana kita (polisi) memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dan institusi tercinta ini? Pada umumnya kita bisa mengatakan bahwa kepercayaan akan meningkat apabila kepercayaan itu didukung dengan langkah dan bukti nyata, dan akan merosot jika diabaikan, dikecewakan, dan dikhianati.

Artinya, polisi bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota polisi supaya tidak mengkhianati warga masyarakat yang memercayainya. Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat. Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik, yang pada gilirannya akan menyebabkan anggota polisi merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warganegara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin memercayai polisi.


Trust; Saling Percaya dan Kerjasama Polisi-Masyarakat

Kerjasama masyarakat dengan polisi memerlukan rasa percaya timbal balik: Polisi yang memercayai masyarakat dan masyarakat yang memercayai polisi. Rumusannya sangat sederhana. Tetapi,;
- jika yang menandai hubungan kedua pihak adalah ketidakpercayaan, maka kerjasama akan gagal
jika kepercayaan hanya ada di salah satu pihak, maka kerja sama akan gagal (hanya polisi yang memercayai masyarakat tapi tidak sebaliknya, hanya masyarakat yang memercayai polisi tetapi tidak sebaliknya); 
- dan jika kepercayaan itu bersifat “percaya buta”, maka hal itu bisa menjadi insentif untuk berkhianat dan melanggar kerjasama. Jika masyarakat percaya buta kepada polisi, maka polisi memiliki peluang besar melanggar kerjasama dan mengecewakan masyarakat.

Dengan kata lain, trust atau rasa saling percaya adalah prasyarat kerjasama polisi-masyarakat. Akan tetapi, itu baru sebagian dari proses yang lebih utuh. Masyarakat dan polisi dapat mencoba proses yang sebagian lagi, yaitu dengan mulai bekerjasama walaupun trust di antara mereka tipis atau tak ada. Ini bukan hal yang mustahil terjadi. Riset Robert Axelrod menunjukkan bahwa kerjasama bisa berlangsung di kalangan pihak-pihak yang bermusuhan sekalipun. Sebagai contoh, polisi dan masyarakat bekerjasama di bidang yang menjadi kepentingan kedua belah pihak, seperti menjaga keamanan lingkungan, memecahkan masalah kriminalitas, dan kegiatan atau program lain dalam kerangka perpolisian masyarakat atau Polmas. Para pengguna jalan di jalan raya yang ramai dapat bekerjasama supaya tidak terjadi kecelakaan dan semua dapat sampai tujuan dengan selamat, walaupun rasa percaya di antara mereka rendah, ibarat memercayai orang asing yang tak dikenal.

Kerjasama tersebut berawal dari adanya kepentingan, tetapi menimbulkan rasa percaya di pihak-pihak yang bekerjasama kerjasama dahulu, percaya kemudian. Dengan kata lain, kerjasama dapat memicu dan menumbuhkann rasa saling percaya. Jika berjalan dan berhasil, maka kerjasama itu akan mendatangkan trust. Semakin sering dan lama kerjasama polisi-masyarakat berlangsung, semakin kuat rasa saling percaya yang timbul. Inilah logika utama di balik arti penting kerjasama polisi dan masyarakat dan rasa saling percaya yang mendasarinya atau yang timbul karenanya.

Selanjutnya, kerjasama dan kemitraan polisi dengan masyarakat dapat berjalan lebih baik lagi bila ditopang suasana saling percaya yang lebih luas. Suasana saling percaya yang lebih luas ini dapat disebut kepercayaan sosial. Berdasarkan uraian Claus Offe, ada empat tipe kepercayaan sosial yang relevan dalam hal ini.
Pertama, kepercayaan warga atau kelompok warga masyarakat terhadap warga dan kelompok warga masyarakat lainnya.
Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan elit, baik yang di pemerintah daerah, di lembaga peradilan dan kejaksaan, di media, lembaga-lembaga keagamaan, militer, dan lain-lain.
Ketiga, kepercayaan di kalangan para pemimpin, tokoh, atau elit yang berasal dari berbagai bidang kehidupan seperti dunia usaha, buruh, agama, intelektual, polisi, politisi, dan militer. Ini dapat disebut sebagai trust atau rasa percaya elit yang lintassektoral.
Akhirnya, keempat, adalah kepercayaan level pemimpin, tokoh, atau elit Kepolisian terhadap publik atau masyarakat luas.


No comments:

Post a Comment